Oleh : Soni Afriansyah
Kenali.co, Indonesia memiliki kekayaan alam di ambang batas yang seharusnya patut disyukuri. Dengan kekayaan alam tersebut akan memudahkan kita dalam memperoleh kebutuhan. Namun, realitas yang terjadi di indonesia ialah susahnya dalam memperoleh kebutuhan khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal itu dikarenakan ketidakmampuan kita dalam mengelola sumber kekayaan alam sehingga tidak terciptanya kesejahteraan masyarakat. Adapun kesejahteraan itu sendiri digambarkan dengan kondisi yang baik, aman, makmur, dan sentosa, dan semua itu dapat dicapai dengan cara meningkatkan Sumber Daya Manusia(SDM). Salah satu cara untuk dapat meningkatkan SDM tersebut adalah melalui Pendidikan.
Pendidikan menjadi pilar utama dalam pengembangan SDM sekaligus menjadi agent of change in life suatu Negara. Di dalam pendidikan tersebut tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar, di mana guru memiliki peranan yang besar dalam kegiatan ini. Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru dihadapkan dengan tantangan besar di masa depan. Salah satu tantangan itu ialah dalam menghadapi anak-anak yang telah melek terhadap ICT (Information Comunication and Technology) atau lebih dikenal dengan Digital Native.
Belum lagi, perubahan zaman yang menuntut seorang guru untuk melakukan tindakan seperti kata Makagiansar (1996) berikut; ‘’memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami perubahan paradigma yaitu dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari berlajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontif ke citra hubungan kemitraan, dari pengajar yang menekankan pengetahuan akademik ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta tekhnologi, budaya dan komputer serta dari konsentrasi ekslusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama’’.
Dari pendapat tersebut nampak bahwa tenaga pendidik dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Akan tetapi, realitas di lapangan belum mendukung ketercapaian semua itu, yang ada kemerosotan pendidikan kita sudah semakin parah dan terasa sangat lama. Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum seperti perubahan kurikulum KTSP 2006 menjadi kurikulum 2013.
Namun, menurut Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru. Untuk itu, dalam menghadapi tantangan pendidikan, khususnya tantangan terhadap guru-guru seperti dalam menghadapi anak-anak Digital Native serta kurangnya profesionalisme guru dipelukan perubahan (revolusi) menjadi guru yang profesional di masa depan.
Guru profesional digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, disiplin, jujur, berwibawa, dan patut diteladani. Selain itu, ia juga memiliki sifat informatif, berfikir ke depan (futuristic), berkomitmen tinggi serta mampu menguasai ICT walaupun hanya mampu mengoperasionalkan. Dalam perspektif pengembangan Sumber Daya Manusia, menjadi guru profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadukan dengan skil atau keahlian dalam profesi sebagai guru. Berbagai cara untuk menjadi Guru Profesional antara lain menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan (maked of study harmony), inovatif dalam proses pembelajaran dan menjadi motivator bagi peserta didik.
Menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan (maked of sudy harmony) menjadi ciri khas guru profesional. Hal itu dikarenakan seorang guru profesional mampu melihat kondisi psikologis yang dialami peserta didik dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar selama dalam bimbingannya. Berbagai metode yang dapat digunakan dalam menciptakan kondisi yang menyenangkan salah satunya sering melakukan interaksi terhadap siswa, keterbukaan terhadap siswa dan menyelipkan unsur humoris dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah menyatukan hati antara guru dan peserta didik sehingga terwujudnya keharmonisasian dalam proses pembelajaran.
Dalam pengembangan metode pengajaran terkadang menjadi kendala bagi sebagian guru, akan tetapi guru profesional mampu mengatasi hal tersebut dengan sifat inovatif yang dimilikinya. Ia mampu menyulap berbagai metode pengajaran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Guru inovatif juga memiliki segudang metode belajar dan tidak fanatik terhadap satu metode saja. Ia juga memiliki pengetahuan dan kompetensi yang baik serta mampu menguasai ICT (Information Comunication and Technology) yang kemudian dikolaborasikan dengan metode pengajaran yang efektif. Guru yang inovatif ini juga dinilai menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi anak-anak Digital Native.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Proses pembelajaran akan berhasil manakala peserta didik mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu memotivasi anak peserta didik, dikarenakan guru bukan hanya sebagai fasilitator tetapi juga sebagai motivator. Hal ini bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang optimal serta guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Berbagai cara dapat dilakukan dalam memotivasi peserta didik seperti memberikan pengalaman bervariasi tentang kesuksesan, mengajarkan arti kompetisi yang positif serta membantu siswa menemukan motivasi intrinsiknya. Akan tetapi, untuk menjadi guru motivator bagi siswanya tentu seorang guru harus memotivasi dirinya terlebih dahulu agar dapat dijadikan panduan motivasi bagi peserta didiknya.
Dengan berevolusi menjadi guru profesional di masa depan maka akan terbentuk peserta didik yang kreatif, intelektual, dan berkarakter yang berujung pada peningkatan sumber daya manusia. Sedangkan bagi guru tersebut akan terbentuk guru yang inovatif, empatik, berakhlak mulia, berkomitmen, inisiatif, gigih dan patut diteladani. Oleh karena itu, guru profesional-lah yang menjadi agent of revolution penting dalam mengembangkan pendidikan indonesia di masa depan.
Penulis: Soni Afriansyah, esai ini ditulis untuk mengikuti lomba mahakarya BEM FKIP 2015
***
DaftarPustaka
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang BerperanBesar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suarapembaharuan.com/News/1998/08/230898) di akses Tanggal 15 November 2015, Hlm 1-2
Navis, Ali Akbar.2013. Rahasia Menjadi Pendidik yang Jempolan.Jogjakarta:Ar-Ruzi Media.
Priatna, Nanang dan Sukamto, Tito.2010.Pengembangan Profesi Guru . Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Nurfuadi.2012.Profesionalisme Guru.Jakarta:Stain Press
Usman, Uzer.2013.Menjadi Guru Professional.Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Oleh : Soni Afriansyah
Kenali.co, Indonesia memiliki kekayaan alam di ambang batas yang seharusnya patut disyukuri. Dengan kekayaan alam tersebut akan memudahkan kita dalam memperoleh kebutuhan. Namun, realitas yang terjadi di indonesia ialah susahnya dalam memperoleh kebutuhan khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal itu dikarenakan ketidakmampuan kita dalam mengelola sumber kekayaan alam sehingga tidak terciptanya kesejahteraan masyarakat. Adapun kesejahteraan itu sendiri digambarkan dengan kondisi yang baik, aman, makmur, dan sentosa, dan semua itu dapat dicapai dengan cara meningkatkan Sumber Daya Manusia(SDM). Salah satu cara untuk dapat meningkatkan SDM tersebut adalah melalui Pendidikan.
Pendidikan menjadi pilar utama dalam pengembangan SDM sekaligus menjadi agent of change in life suatu Negara. Di dalam pendidikan tersebut tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar, di mana guru memiliki peranan yang besar dalam kegiatan ini. Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru dihadapkan dengan tantangan besar di masa depan. Salah satu tantangan itu ialah dalam menghadapi anak-anak yang telah melek terhadap ICT (Information Comunication and Technology) atau lebih dikenal dengan Digital Native.
Belum lagi, perubahan zaman yang menuntut seorang guru untuk melakukan tindakan seperti kata Makagiansar (1996) berikut; ‘’memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami perubahan paradigma yaitu dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari berlajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontif ke citra hubungan kemitraan, dari pengajar yang menekankan pengetahuan akademik ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta tekhnologi, budaya dan komputer serta dari konsentrasi ekslusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama’’.
Dari pendapat tersebut nampak bahwa tenaga pendidik dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Akan tetapi, realitas di lapangan belum mendukung ketercapaian semua itu, yang ada kemerosotan pendidikan kita sudah semakin parah dan terasa sangat lama. Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum seperti perubahan kurikulum KTSP 2006 menjadi kurikulum 2013.
Namun, menurut Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru. Untuk itu, dalam menghadapi tantangan pendidikan, khususnya tantangan terhadap guru-guru seperti dalam menghadapi anak-anak Digital Native serta kurangnya profesionalisme guru dipelukan perubahan (revolusi) menjadi guru yang profesional di masa depan.
Guru profesional digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, disiplin, jujur, berwibawa, dan patut diteladani. Selain itu, ia juga memiliki sifat informatif, berfikir ke depan (futuristic), berkomitmen tinggi serta mampu menguasai ICT walaupun hanya mampu mengoperasionalkan. Dalam perspektif pengembangan Sumber Daya Manusia, menjadi guru profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadukan dengan skil atau keahlian dalam profesi sebagai guru. Berbagai cara untuk menjadi Guru Profesional antara lain menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan (maked of study harmony), inovatif dalam proses pembelajaran dan menjadi motivator bagi peserta didik.
Menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan (maked of sudy harmony) menjadi ciri khas guru profesional. Hal itu dikarenakan seorang guru profesional mampu melihat kondisi psikologis yang dialami peserta didik dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar selama dalam bimbingannya. Berbagai metode yang dapat digunakan dalam menciptakan kondisi yang menyenangkan salah satunya sering melakukan interaksi terhadap siswa, keterbukaan terhadap siswa dan menyelipkan unsur humoris dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah menyatukan hati antara guru dan peserta didik sehingga terwujudnya keharmonisasian dalam proses pembelajaran.
Dalam pengembangan metode pengajaran terkadang menjadi kendala bagi sebagian guru, akan tetapi guru profesional mampu mengatasi hal tersebut dengan sifat inovatif yang dimilikinya. Ia mampu menyulap berbagai metode pengajaran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Guru inovatif juga memiliki segudang metode belajar dan tidak fanatik terhadap satu metode saja. Ia juga memiliki pengetahuan dan kompetensi yang baik serta mampu menguasai ICT (Information Comunication and Technology) yang kemudian dikolaborasikan dengan metode pengajaran yang efektif. Guru yang inovatif ini juga dinilai menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi anak-anak Digital Native.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Proses pembelajaran akan berhasil manakala peserta didik mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu memotivasi anak peserta didik, dikarenakan guru bukan hanya sebagai fasilitator tetapi juga sebagai motivator. Hal ini bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang optimal serta guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Berbagai cara dapat dilakukan dalam memotivasi peserta didik seperti memberikan pengalaman bervariasi tentang kesuksesan, mengajarkan arti kompetisi yang positif serta membantu siswa menemukan motivasi intrinsiknya. Akan tetapi, untuk menjadi guru motivator bagi siswanya tentu seorang guru harus memotivasi dirinya terlebih dahulu agar dapat dijadikan panduan motivasi bagi peserta didiknya.
Dengan berevolusi menjadi guru profesional di masa depan maka akan terbentuk peserta didik yang kreatif, intelektual, dan berkarakter yang berujung pada peningkatan sumber daya manusia. Sedangkan bagi guru tersebut akan terbentuk guru yang inovatif, empatik, berakhlak mulia, berkomitmen, inisiatif, gigih dan patut diteladani. Oleh karena itu, guru profesional-lah yang menjadi agent of revolution penting dalam mengembangkan pendidikan indonesia di masa depan.
Penulis: Soni Afriansyah, esai ini ditulis untuk mengikuti lomba mahakarya BEM FKIP 2015
***
DaftarPustaka
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang BerperanBesar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suarapembaharuan.com/News/1998/08/230898) di akses Tanggal 15 November 2015, Hlm 1-2
Navis, Ali Akbar.2013. Rahasia Menjadi Pendidik yang Jempolan.Jogjakarta:Ar-Ruzi Media.
Priatna, Nanang dan Sukamto, Tito.2010.Pengembangan Profesi Guru . Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Nurfuadi.2012.Profesionalisme Guru.Jakarta:Stain Press
Usman, Uzer.2013.Menjadi Guru Professional.Bandung:PT Remaja Rosdakarya