Relationship
Kenali.co, Suatu sore hujan dengan derasnya menghasilkan genangan genangan air yang tumpah ruah tak terbendung, terlihat betapa kejamnya alam yang diwariskan lewat rintik-rintik air menusuk di sela-sela atap rumah. Wali adalah pemuda tangguh yang pada mulanya sedang duduk manis menyantap segelas teh, bersama Warso sedang asyik bercerita, bercanda dengan lantangnya tertawa mereka keluar.
Sementara langit-langit sore sedang asyik dengan warnanya, merah maron dengan cantiknya menjadi santapan penglihatan penghuni bumi. Kemudian Keni datang dengan cantiknya kehadapan Wali dan Warso. Mereka bertiga merupakan tiga orang kawanan yang selalu menghabiskan waktu bersama mulai dari awal matahari menyinari sekolah hingga sampai jatuhnya matahari menjelang naiknya bulan.
Hari itu merupakan hari yang begitu bahagia bagi Warso dan Keni, karena Wali yang baru pulang ke kampung halamannya semenjak dua minggu menjelajah belahan bumi lainnya. Wali yang selama dua minggu menjadi ekspedisi intelektual, ya Wali sedang berkompetisi merebut singgasana, yakni mengikuti seleksi untuk masuk perguruan tinggi.
Reuni sederhana yang mereka lakukan tanpa ada kesepakatan sebelumnya, berhasil membentuk jiwa persahabatan mereka kembali. Empat belas hari yang cukup lama bagi mereka untuk berpisah.
Wali adalah salah satu siswa yang berprestasi di sekolahnya, namun prestasinya tidak seimbang dengan finansial kehidupannya. Sering kali ia mengeluh dalam berusaha karena di sepanjang jalannya harus melewati masalah finansial. Beruntungnya ia memiliki dua orang sahabat yang tak mengenal rasa lelah terus menyemangati perjuangan Wali untuk menggapai semua impiannya.
Sore menjelang malam, suara adzan begitu lantangnya membuat mereka berhenti untuk bercerita dan pertanda bahwa mereka harus berpisah. Warso dan Keni dengan seketika harus pergi untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Perpisahan untuk sementara waktu menjelang besoknya kembali bertemu dengan kisah baru.
Wali adalah anak yatim yang hidup bersama ibunya, ayahnya meninggal ketika ia berumur 17 tahun kira-kira ketika ia sedang duduk di kelas satu SMA. Kini ia tinggal bersama ibunya "LINA" beserta kakaknya Dino. Keseharian mereka yang sederhana dan penuh dengan kebahagiaan berhasil melawan rasa kekurangan mereka akan finansial.
Malam itu Wali yang ditinggal sahabatnya terpaksa dengan sendirinya duduk di pinggir jendela, ditemani sebuah buku dan secangkir teh menjadi teman bermain untuk sementara waktu. Terlihat di luar lewat jendela bagaimana rintikan air yang turun ke bumi menjadi istilah hujan yang diberikan oleh penghuni bumi. "Ia jatuh dengan gembiranya tanpa memikirkan bahwa ia akan hancur setibanya di bumi."
Ketika itu ibunya memanggil :
Ibu : Wali ...
Wali : iya ibu.
Ibu : Sini ibu mau ngomong sesuatu.
Wali: iya Bu.
Seketika itu bergegaslah Wali langsung menemui ibunya yang saat itu sedang duduk bersama kakaknya.
Wali: iya ibu ada apa ?
Ibunya yang saat itu bersama kakaknya sebelumnya tanpa sepengetahuan wayat sudah berdiskusi mengenai masa depan pendidikan Wali. Setelah mereka memikirkan matang-matang bahwa kemauan Wali yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar daerah kayaknya harus dibatalkan mengingat biaya yang begitu besar dan mereka tidak akan sanggup membiayai kemauan Wali.
Ibu : sini nak duduk, ada yang perlu ibu katakan, mengenai pendidikan mu nak.
Wali : iya ibu, kenapa dengan pendidikanku Bu ?
Ibu : gini nak. Wali kan sudah tau bahwa kita hidup serba kecukupan, bahwa penghasilan ibu cuman mampu membiayai kehidupan kita sehari-hari. Ibu sangat bangga memiliki anak seperti Wali yang pintar dan berprestasi. Ketika ibu mendengarkan kamu ingin melanjutkan pendidikan di luar daerah, ibu selalu memikirkan bagaimana ibu sanggup membiayai pendidikan mu nak. Lebih baik Wali lanjutin sekolahnya di daerah kita aja ya.
Mendengar berita tersebut, terlihat raut wajah Wali berubah, dengan seketika ia langsung berdiri dan pergi ke kamarnya. Ia langsung menutup erat pintu kamarnya. Sebenarnya ibunya tidak tega menceritakan, tetapi mau bagaimana lagi berita hari tersebut harus disampaikan.
Dalam kamar, Wali tidak bisa menahan dengan kesedihan yang ia terima, sejak itu di matanya keluar air yang jatuh langsung ke pipi, dan tidak bisa dibendung.
"Sebuah perjuangan tidak akan indah jika tidak ada hambatan yang menghalanginya"
Penulis: Wahyu Hidayat
Relationship
Kenali.co, Suatu sore hujan dengan derasnya menghasilkan genangan genangan air yang tumpah ruah tak terbendung, terlihat betapa kejamnya alam yang diwariskan lewat rintik-rintik air menusuk di sela-sela atap rumah. Wali adalah pemuda tangguh yang pada mulanya sedang duduk manis menyantap segelas teh, bersama Warso sedang asyik bercerita, bercanda dengan lantangnya tertawa mereka keluar.
Sementara langit-langit sore sedang asyik dengan warnanya, merah maron dengan cantiknya menjadi santapan penglihatan penghuni bumi. Kemudian Keni datang dengan cantiknya kehadapan Wali dan Warso. Mereka bertiga merupakan tiga orang kawanan yang selalu menghabiskan waktu bersama mulai dari awal matahari menyinari sekolah hingga sampai jatuhnya matahari menjelang naiknya bulan.
Hari itu merupakan hari yang begitu bahagia bagi Warso dan Keni, karena Wali yang baru pulang ke kampung halamannya semenjak dua minggu menjelajah belahan bumi lainnya. Wali yang selama dua minggu menjadi ekspedisi intelektual, ya Wali sedang berkompetisi merebut singgasana, yakni mengikuti seleksi untuk masuk perguruan tinggi.
Reuni sederhana yang mereka lakukan tanpa ada kesepakatan sebelumnya, berhasil membentuk jiwa persahabatan mereka kembali. Empat belas hari yang cukup lama bagi mereka untuk berpisah.
Wali adalah salah satu siswa yang berprestasi di sekolahnya, namun prestasinya tidak seimbang dengan finansial kehidupannya. Sering kali ia mengeluh dalam berusaha karena di sepanjang jalannya harus melewati masalah finansial. Beruntungnya ia memiliki dua orang sahabat yang tak mengenal rasa lelah terus menyemangati perjuangan Wali untuk menggapai semua impiannya.
Sore menjelang malam, suara adzan begitu lantangnya membuat mereka berhenti untuk bercerita dan pertanda bahwa mereka harus berpisah. Warso dan Keni dengan seketika harus pergi untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Perpisahan untuk sementara waktu menjelang besoknya kembali bertemu dengan kisah baru.
Wali adalah anak yatim yang hidup bersama ibunya, ayahnya meninggal ketika ia berumur 17 tahun kira-kira ketika ia sedang duduk di kelas satu SMA. Kini ia tinggal bersama ibunya "LINA" beserta kakaknya Dino. Keseharian mereka yang sederhana dan penuh dengan kebahagiaan berhasil melawan rasa kekurangan mereka akan finansial.
Malam itu Wali yang ditinggal sahabatnya terpaksa dengan sendirinya duduk di pinggir jendela, ditemani sebuah buku dan secangkir teh menjadi teman bermain untuk sementara waktu. Terlihat di luar lewat jendela bagaimana rintikan air yang turun ke bumi menjadi istilah hujan yang diberikan oleh penghuni bumi. "Ia jatuh dengan gembiranya tanpa memikirkan bahwa ia akan hancur setibanya di bumi."
Ketika itu ibunya memanggil :
Ibu : Wali ...
Wali : iya ibu.
Ibu : Sini ibu mau ngomong sesuatu.
Wali: iya Bu.
Seketika itu bergegaslah Wali langsung menemui ibunya yang saat itu sedang duduk bersama kakaknya.
Wali: iya ibu ada apa ?
Ibunya yang saat itu bersama kakaknya sebelumnya tanpa sepengetahuan wayat sudah berdiskusi mengenai masa depan pendidikan Wali. Setelah mereka memikirkan matang-matang bahwa kemauan Wali yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar daerah kayaknya harus dibatalkan mengingat biaya yang begitu besar dan mereka tidak akan sanggup membiayai kemauan Wali.
Ibu : sini nak duduk, ada yang perlu ibu katakan, mengenai pendidikan mu nak.
Wali : iya ibu, kenapa dengan pendidikanku Bu ?
Ibu : gini nak. Wali kan sudah tau bahwa kita hidup serba kecukupan, bahwa penghasilan ibu cuman mampu membiayai kehidupan kita sehari-hari. Ibu sangat bangga memiliki anak seperti Wali yang pintar dan berprestasi. Ketika ibu mendengarkan kamu ingin melanjutkan pendidikan di luar daerah, ibu selalu memikirkan bagaimana ibu sanggup membiayai pendidikan mu nak. Lebih baik Wali lanjutin sekolahnya di daerah kita aja ya.
Mendengar berita tersebut, terlihat raut wajah Wali berubah, dengan seketika ia langsung berdiri dan pergi ke kamarnya. Ia langsung menutup erat pintu kamarnya. Sebenarnya ibunya tidak tega menceritakan, tetapi mau bagaimana lagi berita hari tersebut harus disampaikan.
Dalam kamar, Wali tidak bisa menahan dengan kesedihan yang ia terima, sejak itu di matanya keluar air yang jatuh langsung ke pipi, dan tidak bisa dibendung.
"Sebuah perjuangan tidak akan indah jika tidak ada hambatan yang menghalanginya"
Penulis: Wahyu Hidayat