Oleh: Misana Tri Sundari
Kenali.co, Banyaknya slogan “Merdeka” tentu seakan-akan kita ini sudah benar-benar merdeka, tetapi sebetulnya apakah kita ini memang benar-benar merdeka? Barangkali konsep kemerdekaan selalu dikaitkan dengan kemerdekaan sebuah negara dari penjajahan saja. Lalu bagaimanakah dengan semakin membludaknya Tenaga Wanita Indonesia yang bekerja ke luar negeri? Sudahkah mereka merdeka di negara sendiri?
Menurut Locke, setiap individu lahir dalam keadaan merdeka dan setara, memiliki hak atas kehidupan, kesehatan, kebebasan, serta kepemilikan harta. Kini teori politiknya telah melandasi lahirnya paham liberalisme dan demokrasi, yakni kemerdekaan setiap orang atau per individu. Sementara menurut Pramoedya Ananta Toer, kemerdekaan telah disempitkan sebagai kebebasan, sesuatu yang tak dapat disetarakan dengan kemerdekaan sekalipun. Namun bagaimana apabila kemerdekaan yang mereka maksud diturunkan kepada TKW? Sudahkah mereka memperoleh kemerdekaan yang sebenarnya? Sudahkah mereka mendapatkan kemerdekaan kesehatan,, kemiskinan, rasa takut, dan pilihan hidup yang memberatkan?
Di zaman kapitalisme, menjadi seorang yang merdeka adalah pilihan yang sulit. Terbuka lebarnya pasar bebas membuat sebagian besar masyarakat menyerahkan diri kepada pilihan hidup yang sulit. Mereka menyerahkan diri kepada kehidupan yang memaksa mereka jauh berada di pengangsian, jauh dari keluarga, dan menerima dengan tangan terbuka sebuah keterbatasan kebebasan. Hal inilah yang menjadi penting untuk dipertimbangkan pemerintah dalam setiap tahunnya. Sebab, setiap tahun pula para TKW jumlahnya semakin besar. Bagaimanapun, tidak semua TKW bernasib baik, dan tidak semua kebaikan dapat mereka peroleh di negeri orang. Mereka adalah simbol dari ketidakberdayaan pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan bagi para warganya. Pada akhirnya mereka memilih jalan pintas yang terjal, yaitu menjadi TKW.
Pahlawan devisa, demikianlah sebutan untuk Tenaga Kerja Indonesia. Negara kita mendapatkan keuntungan dari para tenaga kerja, namun, pernahkah pemerintah berusaha memerdekakan mereka di negeri sendiri? Jawabannya, hingga hari ini, tenaga kerja tidak berkurang, namun malah semakin membludak. Pemerintah menyebut mereka Pahlawan Devisa, namun bagi negara lain, mereka hanya dipandang sebagai buruh rendahan. Mereka memperlakukan perempuan-perempuan negeri kita sebagai warga negara kelas bawah. Betapa hal ini jauh dari cita-cita pahlawan-pahlawan kita. Mereka telah meninggalkan jembatan emas bagi bangsanya, namun justru bangsanya menenggelamkan diri ke lautan.
Kini semestinya pemerintah paham, meningkatnya TKW barangkali adalah karena pilihan terakhir dalam kehidupannya. Andai di negerinya sendiri mereka mendapatkan kelayakan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya, tidaklah mungkin bagi mereka meninggalkan negeri sendiri dan keluarganya.
Semoga di ulangtahun kemerdekaan Indonesia yang ke-73, tidak hanya digunakan sebagai pesta kemerdekaan semu saja. Melainkan sebagai PR bagi Pemerintah Indonesia untuk memberikan kemerdekaan bagi perempuan Indonesia. Kemerdekaan dari kemiskinan dan kemerdekaan memperoleh pekerjaan yang layak di negeri sendiri.
Penulis: Misana Tri Sundari
Oleh: Misana Tri Sundari
Kenali.co, Banyaknya slogan “Merdeka” tentu seakan-akan kita ini sudah benar-benar merdeka, tetapi sebetulnya apakah kita ini memang benar-benar merdeka? Barangkali konsep kemerdekaan selalu dikaitkan dengan kemerdekaan sebuah negara dari penjajahan saja. Lalu bagaimanakah dengan semakin membludaknya Tenaga Wanita Indonesia yang bekerja ke luar negeri? Sudahkah mereka merdeka di negara sendiri?
Menurut Locke, setiap individu lahir dalam keadaan merdeka dan setara, memiliki hak atas kehidupan, kesehatan, kebebasan, serta kepemilikan harta. Kini teori politiknya telah melandasi lahirnya paham liberalisme dan demokrasi, yakni kemerdekaan setiap orang atau per individu. Sementara menurut Pramoedya Ananta Toer, kemerdekaan telah disempitkan sebagai kebebasan, sesuatu yang tak dapat disetarakan dengan kemerdekaan sekalipun. Namun bagaimana apabila kemerdekaan yang mereka maksud diturunkan kepada TKW? Sudahkah mereka memperoleh kemerdekaan yang sebenarnya? Sudahkah mereka mendapatkan kemerdekaan kesehatan,, kemiskinan, rasa takut, dan pilihan hidup yang memberatkan?
Di zaman kapitalisme, menjadi seorang yang merdeka adalah pilihan yang sulit. Terbuka lebarnya pasar bebas membuat sebagian besar masyarakat menyerahkan diri kepada pilihan hidup yang sulit. Mereka menyerahkan diri kepada kehidupan yang memaksa mereka jauh berada di pengangsian, jauh dari keluarga, dan menerima dengan tangan terbuka sebuah keterbatasan kebebasan. Hal inilah yang menjadi penting untuk dipertimbangkan pemerintah dalam setiap tahunnya. Sebab, setiap tahun pula para TKW jumlahnya semakin besar. Bagaimanapun, tidak semua TKW bernasib baik, dan tidak semua kebaikan dapat mereka peroleh di negeri orang. Mereka adalah simbol dari ketidakberdayaan pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan bagi para warganya. Pada akhirnya mereka memilih jalan pintas yang terjal, yaitu menjadi TKW.
Pahlawan devisa, demikianlah sebutan untuk Tenaga Kerja Indonesia. Negara kita mendapatkan keuntungan dari para tenaga kerja, namun, pernahkah pemerintah berusaha memerdekakan mereka di negeri sendiri? Jawabannya, hingga hari ini, tenaga kerja tidak berkurang, namun malah semakin membludak. Pemerintah menyebut mereka Pahlawan Devisa, namun bagi negara lain, mereka hanya dipandang sebagai buruh rendahan. Mereka memperlakukan perempuan-perempuan negeri kita sebagai warga negara kelas bawah. Betapa hal ini jauh dari cita-cita pahlawan-pahlawan kita. Mereka telah meninggalkan jembatan emas bagi bangsanya, namun justru bangsanya menenggelamkan diri ke lautan.
Kini semestinya pemerintah paham, meningkatnya TKW barangkali adalah karena pilihan terakhir dalam kehidupannya. Andai di negerinya sendiri mereka mendapatkan kelayakan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya, tidaklah mungkin bagi mereka meninggalkan negeri sendiri dan keluarganya.
Semoga di ulangtahun kemerdekaan Indonesia yang ke-73, tidak hanya digunakan sebagai pesta kemerdekaan semu saja. Melainkan sebagai PR bagi Pemerintah Indonesia untuk memberikan kemerdekaan bagi perempuan Indonesia. Kemerdekaan dari kemiskinan dan kemerdekaan memperoleh pekerjaan yang layak di negeri sendiri.
Penulis: Misana Tri Sundari