Oleh: Misana Tri Sundari
Kenali.co, Kilas balik gerakan mahasiswa tahun 1996 dan 1998 merupakan masa gemilang perjuangan mahasiswa Indonesia yang tidak pernah terlupakan. Sebut saja gerakan politik mahasiswa tahun 1996 yang berhasil meruntuhkan demokrasi terpimpin oleh presiden Soekarno, kemudian gerakan mahasiswa pada tahun 1998 juga berhasil menumbangkan Orde Baru Presiden Soeharto. Selain dari gerakan mahasiswa, ternyata hampir tidak ada gerakan lain baik LSM, tokoh masyarakat, maupun kekuatan politik lain yang dengan lantang berani melakukan perlawanan. Mahasiswa yang merupakan bagian kecil dari masyarakat tampil sebagai katalisator dan pemicu perubahan. Dengan suaranya, mereka telah mensugesti masyarakat yang telah lama terdiam. Melihat hal tersebut, betapa membuka kesadaran kita bahwa peran mahasiswa begitu tinggi dalam menyuarakan masalah rakyat.
Sementara itu, keadaan pemerintahan baru pasca reformasi sepertinya membuat mahasiswa ambigu dalam mengawal pemerintahan. Sampai-sampai mereka terlelap dininabobokkan keadaan. Hingga keberlanjutan gerakan mahasiswa mati begitu saja. Padahal, banyak persoalan-persoalan kecil yang menggunung di negara kita. Tentu beberapa faktor telah mempengaruhi gerakan mahasiswa.
Pertama, perhatian mahasiswa hari ini dipengaruhi oleh budaya populer yang menjadikan mahasiswa ambigu untuk mencari kesenangan, mengejar prestasi, atau aktif dalam dunia aktivis. Budaya baru tersebut adalah budaya konsumerisme, di mana setiap individu dihadapkan pada banyak pilihan sebagai penikmat fasilitas yang semakin melenakan. Tentu saja mereka akan sulit keluar dari budaya yang merasuki kesehariannya.
Kedua, pengaruh budaya konsumerisme di mana-mana membuat minat mahasiswa dalam kegiatan berbisnis pun akhirnya melonjak. Tidak heran apabila mahasiswa lebih memilih kegiatan yang dianggap lebih menyejahterakan dirinya, daripada terjun dalam dunia aktivis. Dari sini, kita sudah mulai melihat berapa banyak wajah mahasiswa yang tercerai-berai dengan sejuta kepentingan individu, demi kepentingan pribadi mereka.
Ketiga, pengaruh godaan demoralisasi yang semakin merajalela di kalangan pemuda, baik yang mereka hadapi di luar maupun di dalam. Maka tidak heran, jika banyak mahasiswa yang terseret ke dalamnya. Yakni, kualitas mahasiswa sebagai pribadi yang berpendidikan, yang seharusnya mampu menjadi teladan moral bagi lingkungan rentan terkikis arus. Hal ini tentu tidak lepas dari pengaruh fasilitas hidup, kemudahan demi kemudahan teknologi, serta tergiur pragmatisme kekuasaan.
Nah, jika kita mampu menjawab segala persoalan di atas, tampaknya hanya kesadaran pribadi yang diperlukan untuk memulai kembali gerakan. Maka, yang pertama-tama harus dilakukan oleh mahasiswa adalah penguatan wacana kritis dan independen, serta memperdalam setiap akar persoalan. Sehingga wacana moral tetap menjadi bagian utama dalam perjuangan mereka. Perlu diingat kembali, bahwa kemarin atau hari ini posisi gerakan mahasiswa tetap sebagai (Agent of Change) agen perubahan. Sudah seharusnya mahasiswa tetap dalam posisi mengkritisi dan mencurigai.
Penulis : Misana Tri Sundari
Oleh: Misana Tri Sundari
Kenali.co, Kilas balik gerakan mahasiswa tahun 1996 dan 1998 merupakan masa gemilang perjuangan mahasiswa Indonesia yang tidak pernah terlupakan. Sebut saja gerakan politik mahasiswa tahun 1996 yang berhasil meruntuhkan demokrasi terpimpin oleh presiden Soekarno, kemudian gerakan mahasiswa pada tahun 1998 juga berhasil menumbangkan Orde Baru Presiden Soeharto. Selain dari gerakan mahasiswa, ternyata hampir tidak ada gerakan lain baik LSM, tokoh masyarakat, maupun kekuatan politik lain yang dengan lantang berani melakukan perlawanan. Mahasiswa yang merupakan bagian kecil dari masyarakat tampil sebagai katalisator dan pemicu perubahan. Dengan suaranya, mereka telah mensugesti masyarakat yang telah lama terdiam. Melihat hal tersebut, betapa membuka kesadaran kita bahwa peran mahasiswa begitu tinggi dalam menyuarakan masalah rakyat.
Sementara itu, keadaan pemerintahan baru pasca reformasi sepertinya membuat mahasiswa ambigu dalam mengawal pemerintahan. Sampai-sampai mereka terlelap dininabobokkan keadaan. Hingga keberlanjutan gerakan mahasiswa mati begitu saja. Padahal, banyak persoalan-persoalan kecil yang menggunung di negara kita. Tentu beberapa faktor telah mempengaruhi gerakan mahasiswa.
Pertama, perhatian mahasiswa hari ini dipengaruhi oleh budaya populer yang menjadikan mahasiswa ambigu untuk mencari kesenangan, mengejar prestasi, atau aktif dalam dunia aktivis. Budaya baru tersebut adalah budaya konsumerisme, di mana setiap individu dihadapkan pada banyak pilihan sebagai penikmat fasilitas yang semakin melenakan. Tentu saja mereka akan sulit keluar dari budaya yang merasuki kesehariannya.
Kedua, pengaruh budaya konsumerisme di mana-mana membuat minat mahasiswa dalam kegiatan berbisnis pun akhirnya melonjak. Tidak heran apabila mahasiswa lebih memilih kegiatan yang dianggap lebih menyejahterakan dirinya, daripada terjun dalam dunia aktivis. Dari sini, kita sudah mulai melihat berapa banyak wajah mahasiswa yang tercerai-berai dengan sejuta kepentingan individu, demi kepentingan pribadi mereka.
Ketiga, pengaruh godaan demoralisasi yang semakin merajalela di kalangan pemuda, baik yang mereka hadapi di luar maupun di dalam. Maka tidak heran, jika banyak mahasiswa yang terseret ke dalamnya. Yakni, kualitas mahasiswa sebagai pribadi yang berpendidikan, yang seharusnya mampu menjadi teladan moral bagi lingkungan rentan terkikis arus. Hal ini tentu tidak lepas dari pengaruh fasilitas hidup, kemudahan demi kemudahan teknologi, serta tergiur pragmatisme kekuasaan.
Nah, jika kita mampu menjawab segala persoalan di atas, tampaknya hanya kesadaran pribadi yang diperlukan untuk memulai kembali gerakan. Maka, yang pertama-tama harus dilakukan oleh mahasiswa adalah penguatan wacana kritis dan independen, serta memperdalam setiap akar persoalan. Sehingga wacana moral tetap menjadi bagian utama dalam perjuangan mereka. Perlu diingat kembali, bahwa kemarin atau hari ini posisi gerakan mahasiswa tetap sebagai (Agent of Change) agen perubahan. Sudah seharusnya mahasiswa tetap dalam posisi mengkritisi dan mencurigai.
Penulis : Misana Tri Sundari