Oleh: Maretika Handayani, SP
Kenali.co, Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia. Peringatan Hardiknas, sejatinya menjadi salah satu momentum mengevaluasi wajah pendidikan kita agar kehadiran peradaban cemerlang bangsa ini dapat kita raih. Sudahkah cita-cita terwujudnya generasi yang berilmu pengetahuan yang beriman dan bertaqwa terwujud pada masyarakat Indonesia hari ini?
Namun, meskipun Indonesia akan memasuki hari Pendidikan Nasional ke-110 kalinya, kualitas generasi bangsa ini masih terpuruk. Menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasional kembali terciderai oleh maraknya kasus tawuran. Seperti yang dilansir dari laman Liputan6.com, aksi tawuran berasal dari kelompok pelajar dari dua sekolah berbeda di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam aksi itu seorang pelajar tewas, sementara satu lainnya mengalami luka terkena sabetan senjata. (20/4/2018). Dari laman yang sama, kabar tawuran juga berasal dari belasan siswa SD di Purwakarta yang kedapatan bawa senjata tajam, diduga hendak tawuran dan berhasil digagalkan warga bersama Babinsa dan Babinkamtibmas setempat. (21/4/2018).
Kegagalan Sistem Pendidikan
Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi pabrik terbentuknya generasi penerus masa depan negeri ini, tampaknya jauh dari harapan. Perubahan demi perubahan kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah nyatanya tidak mampu menjadi solusi terhadap pembentukan karakter anak didik. Dengan banyaknya kasus tawuran menunjukkan bahwa generasi hari ini masih banyak yang belum memiliki kematangan pola fikir dan pola sikap.
Kegagalan sistem pendidikan di Indonesia membentuk manusia sesuai visi misi penciptaanya merupakan indikator kelemahan paradigmatik dari sistem pendidikan yang ada. Terdapat beberapa indikator kegagagalan. Pertama, kekeliruan Paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan, yaitu paradigma sekuler. Kedua, kelemahan pada tiga unsur pelaksana pendidikan:
(1) kelemahan lembaga pendidikan tercermin dari kekacauan kurikulum dan kurang berfungsinya guru dan lingkungan sekolah sesuai kehendak Islam,
(2) Kontrol keluarga dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung,
(3) Negara sebagai penerap dan pelaksana hukum dan aturan.
Ditambah lagi dengan problem yang berkaitan dengan aspek praktik/teknis yang berkaitan dengan penyelenggara pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya sarana prasarana, rendahnya kesejahteraan guru untuk mendukung suasana pendidikan agar lebih kondusif menciptakan insan berkualitas.
Islam sebagai Solusi Fundamental
Mengingat permasalahan pendidikan yang tumbul adalah permasalahan sistemik, maka penyelesaian problem pendidikan harus dilakukan secara fundamental. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan perombakan secara menyeluruh yang diawali dengan perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam.
Asas sistem pendidikan itulah yang nantinya akan menentukan hal yang paling prinsip dalam sistem pendidikan seperti tujuan pendidikan dan stuktur kurikulum. Artinya setelah masalah mendasar diselesaikan, maka berbagai masalah cabang pendidikan dapat diselesaikan.( Al WA-IE 2013).
Dalam Islam, sistem pendidikan menjadi pilar utama peradaban yang wajib dilaksanakan oleh penguasa bersamaan dengan sistem aturan lainnya. Maka akan menjadi tidak besinergi manakala mengubah paradigma sistem pendidikan tanpa mengubah paradigma sistem politik dan ekonomi yang ada. Corak sistem neoliberal kita hari ini harus diganti dengan sistem yang lebih baik, yakni sistem Islam.
Tertulis dalam tinta sejarah, pada masa silam ketika diterapkan sistem pendidikan islam, muncullah banyak ilmuwan dan cendekiawan muslim, seperti Ar-Razi ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Alhazen seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Al Khindi ilmuwan ensiklopedi, pengarang 270 buku, ahli matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi, dan geografi. Dan masih banyak lagi cendekiawan muslim yang lainnya.
Fokus perhatian dalam pendidikan islam adalah pembentukan kepribadian islam yang tinggi dengan tidak mengesampingkan Ilmu science dan teknologi. Dalam system pendidikan islam, asas pendidikan adalah aqidah Islam. Aqidah menjadi dasar kurikulum yang diberlakukan oleh negara. Aqidah Islam berkonsekuensi ketaatan pada syari’at Islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syari’at Islam. Pendidikan dianggap tidak berhasil apabila tidak menghasilkan keterikatan peserta didik pada syari’at Islam walaupun mungkin membuat peserta didik menguasai ilmu pengetahuan.
Sistem Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni berkepribadian Islam. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek, yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Akhirnya ketika menghadapi sebuah permasalahan senantiasa merujuk pada solusi islam. Memang hanya sistem pendidikan Islamlah yang mampu mencetak pribadi sholih dan mushlih, sesuai tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah sekaligus missi Khalifah pemakmur bumi.
Oleh karenanya untuk mengatasi brutalnya remaja saat ini, maka solusinya adalah pertama: individu, perlu ditancapkan aqidah yang kuat pada generasi saat ini. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk senantiasa membimbing, mengarahkan dan mengontrol anak. Dorong anak sering ikut kegiatan positif seperti pengajian remaja dan aktivitas positif lainnya. Kedua, butuh kontrol dari masyarakat untuk selalu amar ma'ruf nahi munkar. Saling mengingatkan dan mengontrol masyarakat yang ada di sekitarnya. Ketiga, peran negara sangat dibutuhkan dalam menerapkan sistem ideal yang shahih yakni sistem islam dalam seluruh aspek kehidupan termasuk sistem pendidikan islam agar kesejahteraan bisa dirasakan seluruh alam termasuk tercetak lah generasi-generasi cemerlang yang jauh dari tawuran. [Wallahu’alam]
*) Penulis adalah Ibu Rumah Tangga dan Anggota Komunitas Menulis Muslimah Jambi
Oleh: Maretika Handayani, SP
Kenali.co, Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia. Peringatan Hardiknas, sejatinya menjadi salah satu momentum mengevaluasi wajah pendidikan kita agar kehadiran peradaban cemerlang bangsa ini dapat kita raih. Sudahkah cita-cita terwujudnya generasi yang berilmu pengetahuan yang beriman dan bertaqwa terwujud pada masyarakat Indonesia hari ini?
Namun, meskipun Indonesia akan memasuki hari Pendidikan Nasional ke-110 kalinya, kualitas generasi bangsa ini masih terpuruk. Menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasional kembali terciderai oleh maraknya kasus tawuran. Seperti yang dilansir dari laman Liputan6.com, aksi tawuran berasal dari kelompok pelajar dari dua sekolah berbeda di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam aksi itu seorang pelajar tewas, sementara satu lainnya mengalami luka terkena sabetan senjata. (20/4/2018). Dari laman yang sama, kabar tawuran juga berasal dari belasan siswa SD di Purwakarta yang kedapatan bawa senjata tajam, diduga hendak tawuran dan berhasil digagalkan warga bersama Babinsa dan Babinkamtibmas setempat. (21/4/2018).
Kegagalan Sistem Pendidikan
Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi pabrik terbentuknya generasi penerus masa depan negeri ini, tampaknya jauh dari harapan. Perubahan demi perubahan kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah nyatanya tidak mampu menjadi solusi terhadap pembentukan karakter anak didik. Dengan banyaknya kasus tawuran menunjukkan bahwa generasi hari ini masih banyak yang belum memiliki kematangan pola fikir dan pola sikap.
Kegagalan sistem pendidikan di Indonesia membentuk manusia sesuai visi misi penciptaanya merupakan indikator kelemahan paradigmatik dari sistem pendidikan yang ada. Terdapat beberapa indikator kegagagalan. Pertama, kekeliruan Paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan, yaitu paradigma sekuler. Kedua, kelemahan pada tiga unsur pelaksana pendidikan:
(1) kelemahan lembaga pendidikan tercermin dari kekacauan kurikulum dan kurang berfungsinya guru dan lingkungan sekolah sesuai kehendak Islam,
(2) Kontrol keluarga dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung,
(3) Negara sebagai penerap dan pelaksana hukum dan aturan.
Ditambah lagi dengan problem yang berkaitan dengan aspek praktik/teknis yang berkaitan dengan penyelenggara pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya sarana prasarana, rendahnya kesejahteraan guru untuk mendukung suasana pendidikan agar lebih kondusif menciptakan insan berkualitas.
Islam sebagai Solusi Fundamental
Mengingat permasalahan pendidikan yang tumbul adalah permasalahan sistemik, maka penyelesaian problem pendidikan harus dilakukan secara fundamental. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan perombakan secara menyeluruh yang diawali dengan perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam.
Asas sistem pendidikan itulah yang nantinya akan menentukan hal yang paling prinsip dalam sistem pendidikan seperti tujuan pendidikan dan stuktur kurikulum. Artinya setelah masalah mendasar diselesaikan, maka berbagai masalah cabang pendidikan dapat diselesaikan.( Al WA-IE 2013).
Dalam Islam, sistem pendidikan menjadi pilar utama peradaban yang wajib dilaksanakan oleh penguasa bersamaan dengan sistem aturan lainnya. Maka akan menjadi tidak besinergi manakala mengubah paradigma sistem pendidikan tanpa mengubah paradigma sistem politik dan ekonomi yang ada. Corak sistem neoliberal kita hari ini harus diganti dengan sistem yang lebih baik, yakni sistem Islam.
Tertulis dalam tinta sejarah, pada masa silam ketika diterapkan sistem pendidikan islam, muncullah banyak ilmuwan dan cendekiawan muslim, seperti Ar-Razi ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Alhazen seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Al Khindi ilmuwan ensiklopedi, pengarang 270 buku, ahli matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi, dan geografi. Dan masih banyak lagi cendekiawan muslim yang lainnya.
Fokus perhatian dalam pendidikan islam adalah pembentukan kepribadian islam yang tinggi dengan tidak mengesampingkan Ilmu science dan teknologi. Dalam system pendidikan islam, asas pendidikan adalah aqidah Islam. Aqidah menjadi dasar kurikulum yang diberlakukan oleh negara. Aqidah Islam berkonsekuensi ketaatan pada syari’at Islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syari’at Islam. Pendidikan dianggap tidak berhasil apabila tidak menghasilkan keterikatan peserta didik pada syari’at Islam walaupun mungkin membuat peserta didik menguasai ilmu pengetahuan.
Sistem Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni berkepribadian Islam. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek, yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Akhirnya ketika menghadapi sebuah permasalahan senantiasa merujuk pada solusi islam. Memang hanya sistem pendidikan Islamlah yang mampu mencetak pribadi sholih dan mushlih, sesuai tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah sekaligus missi Khalifah pemakmur bumi.
Oleh karenanya untuk mengatasi brutalnya remaja saat ini, maka solusinya adalah pertama: individu, perlu ditancapkan aqidah yang kuat pada generasi saat ini. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk senantiasa membimbing, mengarahkan dan mengontrol anak. Dorong anak sering ikut kegiatan positif seperti pengajian remaja dan aktivitas positif lainnya. Kedua, butuh kontrol dari masyarakat untuk selalu amar ma'ruf nahi munkar. Saling mengingatkan dan mengontrol masyarakat yang ada di sekitarnya. Ketiga, peran negara sangat dibutuhkan dalam menerapkan sistem ideal yang shahih yakni sistem islam dalam seluruh aspek kehidupan termasuk sistem pendidikan islam agar kesejahteraan bisa dirasakan seluruh alam termasuk tercetak lah generasi-generasi cemerlang yang jauh dari tawuran. [Wallahu’alam]
*) Penulis adalah Ibu Rumah Tangga dan Anggota Komunitas Menulis Muslimah Jambi