Kenallicom, "Saya optimistis perekonomian akan tumbuh lebih baik pada 2016," kata Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia Jawa Timur Syarifuddin Bassara.
Pernyataan itu dikemukakan Syarifuddin Bassara ketika ditemui wartawan di sela konferensi pers kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Kata "optimistis" tumbuh lebih baik pada 2016 juga sering terucap dari beberapa pengamat ekonomi nasional ketika mereka ditanyai mengenai bagaimana proyeksi dan prediksi perekonomian ke depan.
Ucapan itu bukan sekadar terucap tanpa perhitungan. Para ahli ekonomi itu juga melihat ada perkembangan positif membaiknya ekonomi bangsa ini pada akhir 2015, dan tercatat secara statistik.
Secara rumus psikologi, kata optimistis juga merupakan kata yang ampuh untuk mendogmatisasi sikap dan kemauan manusia agar bisa tumbuh lebih baik sehingga akan berdampak pada prilaku dan menuju energi kebaikan sesuai yang dicita-citakan awal. Budayawan Emha Ainun Najdib yang dikenal dengan Cak Nun, dalam bukunya berjudul "Jibril Tidak Pensiun" menuliskan mengenai arti dari sebuah kata "optimisme" yang juga merupakan bagian dari kepercayaan.
Dalam tulisannya, Cak Nun menjabarkan bahwa manusia hidup memang butuh sebuah kata "kepercayaan" tanpa kita harus mengetahui lebih dulu apa yang akan terjadi.
Ia mencontohkan seseorang yang akan berangkat menuju Jakarta harus percaya dan optimistis sampai ke Jakarta ketika membeli tiket kereta api jurusan Jakarta. Dan di saat membeli tiket, juga harus yakin ada yang jual tiket menuju Jakarta. Keyakinan ada tiket ke Jakarta dan sampai Jakarta itulah bagian dari optimisme sikap, meski disadari atau tidak, kita belum tahu apa yang akan terjadi di tengah jalan saat proses perjalanan menuju Jakarta.
Dalam hal perekonomian, kepercayaan ekonomi tumbuh lebih baik pada 2016 adalah kata kunci utama, namun kepercayaan itu perlu didasari dengan data statistik, yang dalam contoh di atas seperti adanya tiket menuju Jakarta. Karena itu, apa yang diucapkan Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia Jawa Timur Syarifuddin Bassara dan beberapa pengamat ekonomi mengenai optimisme tumbuhnya ekonomi bangsa pada 2016 tidak "tahayul" atau hanya menghayal belaka tanpa landasan yang kuat.
Catatan Bank Indonesia Penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jawa Timur yang mulai tumbuh lebih baik, meski menunjukkan perlambatan di awal 2015.
BI Perwakilan Jatim mencatat, penyaluran kredit UMKM yang didominasi oleh sektor perdagangan selama setahun mampu tumbuh 8,60 persen (yoy), sedangkan kredit non UMKM tumbuh 8,32 persen (yoy). Pertumbuhan itu didukung dengan perbaikan atau berkurangnya kredit bermasalah "Non Performing Loan" (NPL) UMKM dari 4,47 persen sebelum Oktober 2015 menjadi 4,35 persen saat memasuki akhir 2015.
Tumbuhnya sektor UMKM juga membuat sektor perbankan relatif beralih menggenjot penyaluran kreditnya ke sektor tersebut, di tengah lesunya kinerja sektor riil yang berskala besar.
Data BI Jatim menyebut, NPL keseluruhan perbankan Jawa Timur menunjukkan perbaikan dari level 2,19 persen menjadi 2,18 persen pada Oktober 2015, meski terjadi peningkatan resiko pada sektor konstruksi sebagai dampak dari lesunya dunia usaha dan realisasi investasi. Namun demikian, NPL di sektor industri pengolahan dan perdagangan masih relatif stabil dan membaik, serta mampu menahan peningkatan NPL seluruh sektor perbankan Jawa Timur. Sementara, tingkat seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kredit atau "Loan to Deposit ratio" (LDR) juga meningkat ke level 88,30 persen, dan menunjukkan masih tetap terjaga kestabilan tingkat likuiditasnya.
Terkait penyaluran kredit di Jatim masih dikuasai tiga sektor utama, seperti ke sektor pertanian yang terkontraksi atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 6,39 persen, sektor Industri pengolahan yang terjadi perlambatan pertumbuhan menjadi 5,54 persen (yoy), dari 14,45 persen (yoy).
Dan sektor perdagangan yang mencatatkan peningkatan pertumbuhan lebih baik sebesar 10,75 persen (yoy), dan terkonfirmasi Survei Penjualan Eceran (SPE) dimana Indeks Riil Penjualan Eceran (IRPE) menunjukkan peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan pada Oktober 2015.
Jenis penggunaannya, penyaluran kredit Jatim masih tetap ditopang Kredit Modal Kerja (KMK) dengan pangsa sebesar 58,92 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi (KK) sebesar 27,04 persen dan Kredit Investasi (KI) sebesar 14,04 persen. KMK tumbuh melambat dibandingkan awal tahun 2015, yakni sebesar 6,63 persen (yoy) sedangkan KI dan KK menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan awal tahun 2015 dengan laju masing-masing sebesar 8,65 persen (yoy) dan 12,02 persen (yoy).
Pengamat Ekonomi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto menyebutkan, dengan adanya data itu diperkirakan kredit perbankan akan tumbuh 13 persen pada 2016, atau lebih rendah dari perkiraan awal yang sebesar 13,8 pesen. "Namun angka itu masih di atas estimasi pertumbuhan kredit 2015 yang berada di posisi 11,7 persen," katanya.
Tumbuhnya kredit pada 2016 didukung oleh pemulihan aktivitas ekonomi dan pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah.
"Aktivitas perekonomian diperkirakan juga akan semakin membaik ke depannya, yang juga dibarengi oleh kondisi pasar keuangan yang makin stabil, dan hal ini akan meningkatkan permintaan akan kredit dan profitabilitas serta memperbaiki kualitas kredit," katanya.
Harapan Doddy, sama seperti harapan Syarifuddin Bassara dan beberapa pengamat nasional lainnya, yakni optimisme pertumbuhan ekonomi nasional itu bisa terwujud pada 2016, dan bukan sekedar khayalan, karena telah dilandasi dengan "ikhtiar" atau usaha ilmu pengetahuan bidang perekonomian. Semua menyadari belum tahu apa yang akan terjadi di tengah proses perjalanan 2016 karena ekonomi Indonesia masih tergantung dengan ekonomi global, dan kata "kepastian" itu hanya mutlak milik-Nya.
Penulis : Abdul Malik Ibrahim
Kenallicom, "Saya optimistis perekonomian akan tumbuh lebih baik pada 2016," kata Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia Jawa Timur Syarifuddin Bassara.
Pernyataan itu dikemukakan Syarifuddin Bassara ketika ditemui wartawan di sela konferensi pers kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Kata "optimistis" tumbuh lebih baik pada 2016 juga sering terucap dari beberapa pengamat ekonomi nasional ketika mereka ditanyai mengenai bagaimana proyeksi dan prediksi perekonomian ke depan.
Ucapan itu bukan sekadar terucap tanpa perhitungan. Para ahli ekonomi itu juga melihat ada perkembangan positif membaiknya ekonomi bangsa ini pada akhir 2015, dan tercatat secara statistik.
Secara rumus psikologi, kata optimistis juga merupakan kata yang ampuh untuk mendogmatisasi sikap dan kemauan manusia agar bisa tumbuh lebih baik sehingga akan berdampak pada prilaku dan menuju energi kebaikan sesuai yang dicita-citakan awal. Budayawan Emha Ainun Najdib yang dikenal dengan Cak Nun, dalam bukunya berjudul "Jibril Tidak Pensiun" menuliskan mengenai arti dari sebuah kata "optimisme" yang juga merupakan bagian dari kepercayaan.
Dalam tulisannya, Cak Nun menjabarkan bahwa manusia hidup memang butuh sebuah kata "kepercayaan" tanpa kita harus mengetahui lebih dulu apa yang akan terjadi.
Ia mencontohkan seseorang yang akan berangkat menuju Jakarta harus percaya dan optimistis sampai ke Jakarta ketika membeli tiket kereta api jurusan Jakarta. Dan di saat membeli tiket, juga harus yakin ada yang jual tiket menuju Jakarta. Keyakinan ada tiket ke Jakarta dan sampai Jakarta itulah bagian dari optimisme sikap, meski disadari atau tidak, kita belum tahu apa yang akan terjadi di tengah jalan saat proses perjalanan menuju Jakarta.
Dalam hal perekonomian, kepercayaan ekonomi tumbuh lebih baik pada 2016 adalah kata kunci utama, namun kepercayaan itu perlu didasari dengan data statistik, yang dalam contoh di atas seperti adanya tiket menuju Jakarta. Karena itu, apa yang diucapkan Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia Jawa Timur Syarifuddin Bassara dan beberapa pengamat ekonomi mengenai optimisme tumbuhnya ekonomi bangsa pada 2016 tidak "tahayul" atau hanya menghayal belaka tanpa landasan yang kuat.
Catatan Bank Indonesia Penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jawa Timur yang mulai tumbuh lebih baik, meski menunjukkan perlambatan di awal 2015.
BI Perwakilan Jatim mencatat, penyaluran kredit UMKM yang didominasi oleh sektor perdagangan selama setahun mampu tumbuh 8,60 persen (yoy), sedangkan kredit non UMKM tumbuh 8,32 persen (yoy). Pertumbuhan itu didukung dengan perbaikan atau berkurangnya kredit bermasalah "Non Performing Loan" (NPL) UMKM dari 4,47 persen sebelum Oktober 2015 menjadi 4,35 persen saat memasuki akhir 2015.
Tumbuhnya sektor UMKM juga membuat sektor perbankan relatif beralih menggenjot penyaluran kreditnya ke sektor tersebut, di tengah lesunya kinerja sektor riil yang berskala besar.
Data BI Jatim menyebut, NPL keseluruhan perbankan Jawa Timur menunjukkan perbaikan dari level 2,19 persen menjadi 2,18 persen pada Oktober 2015, meski terjadi peningkatan resiko pada sektor konstruksi sebagai dampak dari lesunya dunia usaha dan realisasi investasi. Namun demikian, NPL di sektor industri pengolahan dan perdagangan masih relatif stabil dan membaik, serta mampu menahan peningkatan NPL seluruh sektor perbankan Jawa Timur. Sementara, tingkat seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kredit atau "Loan to Deposit ratio" (LDR) juga meningkat ke level 88,30 persen, dan menunjukkan masih tetap terjaga kestabilan tingkat likuiditasnya.
Terkait penyaluran kredit di Jatim masih dikuasai tiga sektor utama, seperti ke sektor pertanian yang terkontraksi atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 6,39 persen, sektor Industri pengolahan yang terjadi perlambatan pertumbuhan menjadi 5,54 persen (yoy), dari 14,45 persen (yoy).
Dan sektor perdagangan yang mencatatkan peningkatan pertumbuhan lebih baik sebesar 10,75 persen (yoy), dan terkonfirmasi Survei Penjualan Eceran (SPE) dimana Indeks Riil Penjualan Eceran (IRPE) menunjukkan peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan pada Oktober 2015.
Jenis penggunaannya, penyaluran kredit Jatim masih tetap ditopang Kredit Modal Kerja (KMK) dengan pangsa sebesar 58,92 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi (KK) sebesar 27,04 persen dan Kredit Investasi (KI) sebesar 14,04 persen. KMK tumbuh melambat dibandingkan awal tahun 2015, yakni sebesar 6,63 persen (yoy) sedangkan KI dan KK menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan awal tahun 2015 dengan laju masing-masing sebesar 8,65 persen (yoy) dan 12,02 persen (yoy).
Pengamat Ekonomi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto menyebutkan, dengan adanya data itu diperkirakan kredit perbankan akan tumbuh 13 persen pada 2016, atau lebih rendah dari perkiraan awal yang sebesar 13,8 pesen. "Namun angka itu masih di atas estimasi pertumbuhan kredit 2015 yang berada di posisi 11,7 persen," katanya.
Tumbuhnya kredit pada 2016 didukung oleh pemulihan aktivitas ekonomi dan pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah.
"Aktivitas perekonomian diperkirakan juga akan semakin membaik ke depannya, yang juga dibarengi oleh kondisi pasar keuangan yang makin stabil, dan hal ini akan meningkatkan permintaan akan kredit dan profitabilitas serta memperbaiki kualitas kredit," katanya.
Harapan Doddy, sama seperti harapan Syarifuddin Bassara dan beberapa pengamat nasional lainnya, yakni optimisme pertumbuhan ekonomi nasional itu bisa terwujud pada 2016, dan bukan sekedar khayalan, karena telah dilandasi dengan "ikhtiar" atau usaha ilmu pengetahuan bidang perekonomian. Semua menyadari belum tahu apa yang akan terjadi di tengah proses perjalanan 2016 karena ekonomi Indonesia masih tergantung dengan ekonomi global, dan kata "kepastian" itu hanya mutlak milik-Nya.
Penulis : Abdul Malik Ibrahim